Selasa, 02 Desember 2014

CERPEN CINTA


Cinta?
 Oleh ImaRosyi

Cerpen ini adalah cerita fiksi, apabila banyak kesamaan  nama, tempat dan kejadian mohon maaf dan mohon untuk dimaklumi.

“Kita tak akan pernah tahu kapan cinta itu  datang, dan kepada siapa rasa itu akan diberikan. Cinta seringkali tak bisa dikendalikan, dan sekalipun kau tak menginginkan rasa cinta itu, ia tetap akan kau rasakan ketika Tuhan mengirimkan rasa cinta itu.
Cinta itu anugerah, apapun dan bagaimanapun nanti cerita cintamu. Jangan pernah katakan bahwa cinta itu kejam, bukan cinta yang kejam, namun keegoisan, ketidak dewasaan, napsu dan emosi yang tak terkontrol yang membuat cinta itu seolah kejam.”—ImaRosyi (Cerpenis dan web designer amatir, pelajar di SMKN 2 Yogyakarta)
                ***
Aku segera berjalan keluar dari ruang OSIS begitu rapat diakhiri. Ku langkahkan kakiku menuju gerbang sekolah dengan tergesa-gesa. Ku lirik jam di handphoneku. Astaga! Ini sudah jam 16:00. Padahal aku harus sampai sanggar teater jam 16:30.
“Bintang.” Teriak seseorang memanggil namaku. Ku hentikan langkahku, ku putar badanku. Ku dapati gadis berambut panjang dan berkacamata itu tengah berdiri beberapa meter di hadapanku, ia berjalan mendekatiku hingga jarak kami tinggal beberapa langkah.
“Kenapa?” Tanyaku datar.
“Kamu pulang naik apa? Dijemput atau naik Trans Jogja?”
“Aku mau ke sanggar je, njuk naik jalur 15, emang kenapa? Mau bareng po?”
“Tadinya sih gitu. Ya udah deh kalau kamu mau naik jalur 15.” Ku lihat kekecewaan terlukis di wajahnya
“Ya kalau mau pulang bareng ya nggak apa-apa, aku tak naik Trans Jogja aja. Biar nanti bisa nunggu bis bareng.”
“Emang nggak kejauhan kalau naik TJ?”
“Ya jauh sih, tapi nggak apa-apa lah, biar lama. Aku lagi males pulang soalnya.”
“Ya udah, tunggu bentar aku mau ambil tas dulu.” Gadis itu segera berlari dari hadapanku, menuju ruang OSIS.
                        ***
Aku selalu takluk dengannya. Dengan gadis berambut panjang dan berkacamata itu, yang memiliki hidung mancung dan senyum yang manis. Aku terlalu sering untuk tak bisa menolak permintaannya.
Dewi Purnamasari—aku dan  teman-teman memanggilnya Dewi. Namanya cocok dengan wajahnya. Dia cantik seperti seorang dewi kahyangan yang ada dalam cerita dongeng, dan kecantikannya itu, telah membuatku tergila-gila padanya.
Dia seperti seorang penyihir yang memiliki mantra pemikat. Saat pertama kali masuk  SMA, dia adalah orang pertama yang memikat hatiku. Anak itu manis batinku saat pertama kali melihatnya di hari pertama MOS.
Aku pikir, aku hanya mengaguminya saja. Sebatas mengagumi dan menyukainya. Namun setelah aku dan dia bergabung dengan OSIS, setelah aku dan dia sama-sama menjadi sekretaris, setelah aku dan dia menjadi teman dekat saat di OSIS, aku merasa bahwa aku semakin mengaguminya, aku semakin terpikat padanya. Dan aku mulai merasa bahwa aku menyayanginya dan tak rela untuk kehilangan gadis itu.
Apakah aku mencintainya? Aku juga tak tahu. Aku tak berani menyimpulkan tentang perasaanku ini. Aku tak berani menyimpulkan karena aku memiliki pandangan yang berbeda dengan orang lain mengenai perngertian cinta. Aku tak mau mengatakan bahwa aku mencintainya jika nanti orang lain salah paham.
***
Cinta, adalah suatu perasaan sayang diantara dua atau lebih mahluk hidup. Perasaan sayang yang menimbulkan sikap perhatian dan rasa takut untuk kehilangan.
Cinta tak selalu perasaan sayang diantara ‘magnet’ yang memiliki kutub berbeda, tak selalu antara kutub positif dengan negatif. Cinta dapat tercipta diantara dua ‘magnet’ yang memiliki kutub sama, keduanya bisa positif ataupun negatif. Seperti cinta diantara seorang ibu terhadap anak perempuannya, atau cinta diantara seorang bapak dengan anak laki-lakinya.
Terkadang aku heran, mengapa orang-orang selalu menjabarkan cinta adalah perasaan sayang diantara mahluk hidup yang berbeda jenis kelaminnya. Mengapa cinta harus selalu dikaitkan dengan syahwat terhadap lawan jenis? Selalu saja jika ada seorang laki-laki mencintai seorang perempuan lalu si Laki-laki mengatakan “Aku mencintaimu.” Sedangkan jika ada sepasang sahabat yang berkutub sama, maka mereka akan mengatakan “Aku menyayangimu.”
Tak bolehkah kita mengatakan “Aku mencintaimu.” Terhadap orang yang sejenis dengan kita? Mengapa jika ada seorang perempuan mengatakan “cinta” terhadap perempuan lain maka akan dianggap tak normal? Bukankah cinta itu suatu perasaan sayang? Lalu, apakah kita tak boleh mengatakan “aku mencintaimu” kepada siapapun yang kita sayangi, tak peduli itu perempuan atau laki-laki?
                ***
Aku punya pengertian cinta menurutku sendiri, namun aku tahu teman-temanku bukanlah tempat yang tepat untuk mengutarakan pendapatku itu. Karena aku tahu, mayoritas dari mereka selalu memaknai cinta adalah perasaan sayang diantara laki-laki dan perempuan. Maka, aku harus menjadi orang munafik. Di dalam hati aku tetap meyakini pengertian cinta menurut pendapatku, namun di hadapan teman-temanku aku memiliki pengertian cinta seperti mereka.
Cinta, ku tahu ada dua jenis cinta yang berbeda. Pertama, adalah cinta diantara mahluk hidup, tak peduli itu perempuan atau laki-laki. Cinta yang seperti itu adalah perasaan sayang yang menimbulkan sikap perhatian dan terkadang menjadi possessive dan protektif.
Kedua, adalah cinta diantara mahluk hidup yang memilki kutub berbeda. Cinta diantara betina dan pejantan. Cinta yang ini masih sama seperti cinta yang pertama, namun, diiringi dengan sedikit bumbu tambahan berupa perasaan deg-degan bila dekat dengan orang yang kita sayangi, salah tingkah bila di hadapannya, kecewa bila tak bisa melihatnya di sekolah, gembira bila sanggup melihat dia tersenyum, menjadi orang gila karena sering tersenyum sendiri bila teringat wajahnya dan tingkahnya.
                        ***
Aku mencintainya—Dewi Purnamasari. Aku harus mengakuinya. Aku terlalu menyayanginya, dan aku terlalu tak rela bila terjadi apa-apa dengannya. Aku tak rela dia terluka. Ya, perasaan itu wajar, bukankah memang begitu yang namanya cinta?
Ketika aku memiliki pengertian cinta menurutku sendiri, dan ketika aku mulai merasakan cinta terhadap seorang Dewi. Aku tahu dan aku sadar bahwa tak seharusnya aku mencintainya. Bahwa aku tak boleh mencintainya. Kalian ingin tahu mengapa tak seharusnya aku mencintainya?
Dia sudah mempunyai pacar, maka aku tak boleh mencintai seseorang yang sudah memiliki pacar. Tapi bukan itu alasanku. Nanti kalian akan tahu mengapa aku merasa bahwa tak seharusnya aku mencintainya.
                ***
Bintang Permata Putri—itu nama panjangku. Orangtua dan teman-temanku memanggilku Bintang, namun terkadang ada yang memanggilku Putri. Aku adalah seorang gadis biasa yang saat ini duduk di bangku kelas XI Akuntansi  2. Dan aku merasa bahwa aku adalah gadis paling bodoh dan paling sial, meskipun sejak SMP aku tak pernah mendapat masalah dalam urusan sekolah dan selalu masuk peringkat 5 besar, aku tetap mengeluh dengan keadaanku.
Cinta iti anugerah, bukan musibah. Namun bagaimana jika kalian merasakan cinta seperti yang aku rasakan?
Aku mencintai sahabatku sendiri. Dewi Purnamasari. Dan itu bukanlah suatu kesalahan. Pertama, mencintai sahabat sendiri itu sudah biasa dan sering terjadi di dalam novel-novel remaja dan sinetron-sinetron. Kedua, merujuk kembali pada pengertian cinta yang pertama bahwa cinta adalah perasaan sayang terhadap suatu atau orang lain, tak peduli ia laki-laki ataupun perempuan, seperti halnya seorang ibu yang mencintai anak perempuannya.
Namun, tahukah kalian? Bukan cinta seperti itu yang ku rasakan pada gadis manis itu. Cinta yang ku rasakan diiringi dengan perasaan deg-degan, salah tingkah, gembira yang berlebihan, dan sesekali gila. Kalian tahu kan, perasaan itu datang ketika rasa cinta kita datang untuk siapa? Kalau kalian tak tahu, baca kembali pengertian cinta menurutku
                            ***
Aku tak pernah berniat untuk mencintainya dengan cinta yang seperti ini. Aku juga tak menyengaja perasaan cinta ini.
Kalau aku bisa memilih, maka aku akan memilih untuk mencintai seorang laki-laki. Kalau aku tahu bahwa nantinya akan mencintai seorang Dewi, maka aku akan mencegah perasaan ini jauh-jauh hari.
Jangan jijik padaku. Jangan salahkan aku. Pikirkan jika kalian diposisiku, maukah kalian jika orang lain dibuat jijik oleh kalian?
Ini bukan salahku. Aku sudah berusaha membuang rasa ini. Yang membuatku merasakan rasa ini buikan aku. Tapi, aku juga tak menyalahkan Tuhan.
Aku tak tahu, harus mensyukuri atau mengeluhkan perasaan ini. Perasaan ini indah, namun ini terlihat menjijikkan. Ku tahu cinta itu anugerah, namun masih bisakah aku mengatakan bahwa cinta itu anugerah bila melihat keadaanku sekarang?
Dewi Purnamasari—aku tak ingin bersusah payah untuk berhenti mencintainya, bila nanti waktunya tiba, ku yakin rasa ini akan menghilang dengan seiring waktu.
                        ***
Sebenarnya, aku masih ragu, apakah ini cinta atau bukan…


sumber : http://www.anekaremaja.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar